Sunday, 23 October 2016

"PELLENG" Makanan Khas Pak-Pak yang ku-idola-kan

Selesai Baca Jangan Lupa LIKE dan Share ya


Teman-teman kali ini saya akan membahas mengenai makanan khas suku Pak-Pak.

Ha?!! suku Pak-pak??

ya iya keles...., SUKU PAK-PAK. Biar gue kasih tau ya. Suku Pak-Pak itu adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, Dairi dan Pak-Pak Bharat. Kren kan nama kaabupatennya, ada Bharat, Bharat nya gitu... hehe jadi seperti iklan minuman.

Selain di Sumatera Utara, di Wilayah Aceh juga terdapat banyak suku Pak-Pak Seperti di Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.

Dalam administrasi pemerintahan, suku Pakpak banyak bermukim di wilayah Kabupaten Dairi di Sumatera Utara yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 menjadi dua kabupaten, yakni:

1. Kabupaten Dairi (ibu kota: Sidikalang)
2. Kabupaten Pak-Pak Bharat (ibu kota: Salak)

Suku bangsa Pakpak kemungkinan besar berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola di India yang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi. (untuk lebih Jelasnya baca https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Pakpak)

Oke, kembali ke Laptop!!!!!!!

Pelleng adalah nama makanan khas suku Pak-Pak yang selalu dihidangkan dalam acara-acara pesta, baik suka maupun duka. Tapi bukan berarti makanan ini ngak bisa dihidangkan selain acara-acara pesta ya. soalnya, saya kalau pulang kampung selalu menuju belakang rumah untuk mencari korban (red, Ayam kampung) untuk dijadikan Ayam pelengkap pelleng. setelah yakin ada ayam yang cocok. baru deh minta tolong sama Omak (red, Panggilan untuk ibu tersayang) untuk buatkan Pelleng. hehe...

Walaupun saya orang batak toba (red, Marga Simatupang), saya sangat tergila-gila dengan makanan khas suku Pak-Pak ini. Warnanya yang kuning mirip Tumpeng, Rasa pedas nya yang lebih dari mie level 10, dan daging ayam dengan rasa khas yang dijadikan topping-nya. waw perut ku jadi baper, eh salah, laper maksudnya.

Ini mungkin informasi baru bagi teman-teman sekalian, jadi dibaca terus sampai akhir ya haha jadi ngarep.

Meskipun kami adalah suku Batak Toba (red, atau disebut juga batak Dairi) yang tinggal di desa Pangguruan Kecamatan Sumbul. Kami juga selalu menghidangkan Pelleng dalam acara-acara apapun bentuknya baik itu kumpul-kumpul keluarga, mau berangkat sekolah (red, merantau), dll.

Jadi, jangan salahkan kalau saya jatuh cinta dengan makanan ini. Dan bahkan sudah kepikiran untuk mengenalkannya di Medan dan menyandingkanya dengan makanan Padang. heheh doakan aja sob, supaya saya punya modal untuk merealisasikannya. Amiinn..

Ngak bakalan ada habis-habis nya saya mengetik memuji makanan ini, sebelum beneran menyantapnya.


Bagi Teman-Teman yang ingin mencicipi makanan khas ini, silahkan, monggo datang ke Kabupaten Dairi dan Pak-Pak Bharat. Atau utak-atik resep berikut ini, mana tau bisa buat pelleng yang ngak kalah dengan orang Pak-Pak sendiri. Cekidoot.....
Sumber: http://www.pariwisatasumut.net/2014/08/mengenal-pelleng-makanan-tradisional.html




atau bisa lihat juga tutorial membuat pelleng di YouTube.


Oke sob, Selamat bereksperimen dan memakan Pelleng...
Selesai Baca Jangan Lupa LIKE dan Share ya

Saturday, 22 October 2016

10 Situasi berikut akan membuat banyak orang Amerika "MARAH"


Silahkan di LIKE dan SHARE :D


1. Melanggar janji.
Orang Amerika menganggap kata-kata mereka menjadi ikatan mereka. Ketika seseorang berjanji untuk melakukan sesuatu dan kemudian tidak melakukannya, orang itu dianggap tidak dapat dipercaya.


2. Berbohong.
Ada garis tipis antara "kebohongan putih" dan kebohongan. “Kebohongan Putih” tidak dianggap berbahaya, sedangkan kebohongan – yang benar-benar kebohongan - dipandang sebagai tanda karakter yang rusak.

3. Mengganggu urusan pribadi orang lain.
Orang Amerika diajarkan ketika anak-anak untuk "memikirkan urusan mereka sendiri". Pada umumnya, orang Amerika tidak mengganggu dalam hal-hal urusan pribadi orang lain, seperti uang, jenis kelamin, agama, dan politik.

4. Melanggar  kepercayaan.
Ketika orang Amerika mengatakan sesuatu kepada seseorang, "antara kau dan aku" atau "kepercayaan" atau kata "Aku tahu ini tidak akan pergi lebih jauh", diharapkan tidak ada orang lain yang akan mendengar rahasia itu. Aturan ini bervariasi sesuai dengan orang yang terlibat dan sifat rahasia, tetapi umumnya merupakan ide yang baik untuk tidak mengatakan hal-hal rahasia orang lain yang diceritakannya kepada Anda dalam keyakinan.

5. Mengambil sesuatu tanpa izin
Umumnya,orang  Amerika senang untuk meminjamkan properti pribadi mereka jika mereka diminta. Tapi mereka tidak suka jika hal-hal milik mereka yang diambil tanpa izin.

6. Menghina.
Ada banyak jenis penghinaan, tapi tidak ada yang paling umum yang ada adalah disengaja (atau tidak disengaja) perkataan seseorang itu.

7. Tidak meminta maaf.
Jika telah ada yang salah jelas, seperti seorang anak yang bermain-main di jalan kemudian mengempeskan semua ban mobil orang lain, orang-orang berharap dan meminta maaf (dalam hal ini, dari orang tua anak). Jika seseorang gagal untuk meminta maaf, itu adalah tanda terhadap karakter orang yang buruk.

8. Tidak Menyapa.
Hal ini dianggap sopan santun yang miskin "untuk menyapa" teman, yaitu, untuk menyapa mereka ketika berpapasan dengan mereka di jalan. Dan jika anda tidak melakukannya, orang Amerika akan menganggap anda orang yang miskin sopan santun.

9. Tidak berterima kasih kepada seseorang.
Kegagalan untuk mengungkapkan rasa terima kasih untuk hadiah atau mengakui pujian dianggap perilaku kasar.

10. Tidak membalas undangan.
Seseorang yang telah diundang oleh seorang teman pada beberapa kesempatan diharapkan untuk membalas.

Diambil dari: Bruce Tillitt dan Mary Newton Bruder di 'Berbicara Tentu'.
Google Translate for Business:Translator Toolkit

Jangan Lupa LIKE and SHARE ya Teman-Teman.
bisa juga langganan via Email.

Friday, 21 October 2016

"SAMPONEN" Kebiasaan Unik Masyarakat Kota Pari

Saya bersama anak-anak dusun 11 beristirahat dan "Cekrekk" sebelum "SAMPONEN"

Teman-teman, kali ini saya akan bercerita tentang kebiasaan unik di tempat KKN, Upsss.... KKN itu apa ya?? oke deh kalau belum tau aku jelasin deh.

KKN itu adalah Korupsi Kolusi dan Nepotisme, eh salah, itu kan Zaman Orba (Orde Baru). yang benar itu, KKN adalah KULIAH KERJA NYATA. Jadi di akhir semester 6 mahasiswa yang memenuhi syarat, diajibkan mengikuti KKN. Dan Alhamdulillah, saya dapat Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Sergai. Maklum, anak gunung kalau dengar kata "pantai" senangnya bukan main, soalnya bosen lihat gunung terus. hehe

Masyarakat desa Kota Pari adalah masyarakat yang sangat majemuk. Terdiri dari 11 dusun dan masing-masing dusun dapat dibedakan berdasarkan mayoritas suku masyarakatnya.Contohnya di dusun 2 dan 3 itu kebanyakan orang Mandailing dan Melayu, dusun 4 kebanyakan orang Tionghoa, dusun 9 kebanyakan orang Banjar, dusun 5, 6, 7, 8, 10, dan 11 itu kebanyakan orang Jawa. Keanekaragaman ini menjadi hal yang bagi saya sangat menarik.

Ketika pertama datang ke desa ini, saya sangat merasa nyaman karena penduduknya yang ramah-ramah dan tentunya karena banyaknya destinasi wisata bahari yang sering menjadi tujuan refreshing banyak orang, khususnya mahasiswa. Terimakasih juga untuk Bapak Abdul Khair (kepala desa), uek, Pak Mis dan seluruh masyarakat desa Kota Pari atas Keramahanya.
 Upsss....... Keep on track dong... iya deh ampun.... hahaha

Jadi di desa ini, kami dapat kontrakan selama masa KKN di dusun 7 atau yang lebih terkenalnya "KAMPUNG BENAR". Dusun yang penuh kenangan, eh lebay. (ingat masa KKN, hiks, hiks). Dusun ini berpenduduk mayoritas suku Jawa, jadi udah kebayang dong gimana kebudayaanya dan kebiasaannya. kalau udah ya ngapain gue lanjut cerita. :D

Setelah beberapa minggu tinggal di Desa Kota Pari, saya dan teman-teman KKN mencoba mengeksplorasi budaya dan tempat-tempat wisata di desa ini.
Kata Ust Abu Bakar, "Rapat punya rapat, Ketua yang mendapat". Selesai rapat, Kami sepakat untuk kebersihan di masjid dusun 11. Dusun yang dekat dengan pantai "Kresek" yang alami. (Insya Allah nanti saya posting juga tentang pantai ini).

Di dusun inilah saya untuk pertama kalinya seumur hidup mendengar istilah "SAMPONEN". karena ada anak-anak dusun 11 yang mengajak kami ikut "Samponen". Karena Penasaran, saya pun bertanya apa itu "SAMPONEN".
Bang Syarif lagi semangat "SAMPONEN"


"SAMPONEN" itu adaah istilah yang digunakan masyarakat dusun 11 khususnya dan Desa Kota Pari pada umumnya untuk aktivitas meracun ikan, ingat ya bukan racun sianida di kopi Mirna. nanti ceritanya ngak kelar-kelarrrr....

Mengapa harus diracun?

Karena tambak-tambak di pinggiran pantai dusun 11 tidak bisa dikeringkan dan air yang masuk ke tambak adalah air laut yang terdorong oleh pasang. Masyarakat pun memilih cara ini karena dianggap lebih efektif dan kadar racun yang digunakan pun tidak membahayakan manusia yang akan mengkonsumsi ikan tersebut.

Dalam proses "SAMPONEN" ini, pemilik tambak mengizinkan masyarakat dan anak-anak untuk ikut serta memanen ikan yang sudah pada teler karena racun. Walaupun pemilik tambak memberikan aturan, misalnya kepiting jangan diambil ya atau jam sekian selesai, dll. hehe seperti ujian aja ya ada aturannya..

Karena semakin penasaran, saya pun langsung mengamini ajakan dari anak-anak itu dan tada petualangan "SAMPONEN" oleh anak KKN pun dimulai. dan berikut Foto-Fotonya:



Anak-anak dusun 11 yang sedang "SAMPONEN" dan dapat Blangkas.
  
Saya sedang Selfi sebelum HP saya kecebur ke dalam air laut, hiks, hiks

Tuesday, 18 October 2016

DEFENITION OF PRAGMATICS

        Definition Of Pragmatics

A truly pragmatic consideration has to deal with the users in their social context; it cannot limit itself to the grammatically encoded aspects of contexts, as the ‘grammaticalization requirement’ seems to imply.
Communication in society happens chiefly by means language. However, the users of language, as a social beings, communicate and use on society’s premises, society controls their access to the linguistic and communicative means.
Pragmatics, as the study of the way humans use their language in communication, bases itself on a study of those premises and determiners how they affect, and effectualize, human language use. Hence:
-          Pragmatics studies the use of language in human communication as determined by the condition of society.[1]
-          Pragmatic is corncerned with the use of these tools in meaningfull communication. Pragmatics is about the interaction of semantic knowledge with our knowledge of the world, taking into account context of use.[2]
-          Pragmatics, the study of how utterances are used in communicative acts, and the role played by context and non-linguisic knowledge in the transmission of meaning.[3]
-          According to Yule, Pragmatics is the study og utterances as communicated by a speaker and interpreted by a hearer.[4]
-          Pragmatic the study of language use in interpersonal communication.[5]
-          Pragmatics is the study of relationship between linguistic forms and the users of those forms.[6]





                                                               Lihat Juga:
                                                                                   => Theory Of Pragmatics                                                                                                                           => Component And Perspective Of Pragmatics





[1]  L.Mei, Jacob, Pragmatic An Introduction, (Australia: Blackwell:2001), P: 6
[2]  Griffiths,Patrick, An Introduction to English Semantic and Pragmatics, (Edinburgh: Edinburgh University Press,2006), P: 1
[3]  Hamidah Daulay, Sholihatul, Introduction to General Linguistics, (Medan : La-Tansa Press:2011), P : 5
[4]  Pragmatics.pdf accesed on 18 spet 2016 at 08:15
[5]  uni-due.de/ELE/Pragmatics.pdf accesed on 19 Sept 2016 at 07:43
[6]  Yule, George, Pragmatics, (Newyork: Oxford University Press, 1996), P: 4


THEORY OF PRAGMATICS

A.    Theory of Pragmatic

Pragmatics briefly is as the cognitive, social, and cultural science of language and communication. For the simplest possible terms what its basic task and its general domain of inquiry are. Pragmatics does not deal with language as such but with language use and the relationships between language form and language use. Obviously) using language involves cognitive processes, taking place in a social world with a variety of cultural constraints. Talking about cognitive process with a variety of cultural constraints, there are two preliminary remarks have to be made by people about this ‘making of choices’ as a basic intuition. Such as :
-          First, the term may misleadingly focus attention exclusively on the production side of verbal behavior; it should be clear that also interpreting involves the making of choices.
-          Second, choices are not necessarily either-or decisions.
            For one thing, the language user is compelled to make choices, no matter whether there are fully satisfactory choices available. Furthermore, many choices are indeterminate in the sense that their meaning may be apparent only once they are situated in the given cognitive, social, and cultural context.
Based on explanation above we know that the scope of pragmatics is communication of socialization. A number of traditions have contributed, individually and collectively to the formation of the field of linguistic pragmatics. Here are some theories of classical definition of 'pragmatics' by Morris (1938) “as the study of the relationship between signs and their interpreters”.
Pragmatics as a notion was born from an extremely ambitious project. It was in his attempt to outline a unified and consistent theory of signs or semiotic, which would embrace everything of interest to be said about signs by linguists, logicians, philosophers, biologists, psychologists, anthropologists, psychopathologists, aestheticians or sociologists, that Morris proposed the following definition of the field: “In terms of the three correlates (sign vehicle, designatum, interpreter) of the triadic relation of semiotic, a number other dyadic maybe abstracted (or study One may study the relations of signs to the objects to which the signs are applicable. This relation will be called the semantical dimension of semiosis ( ... ); the study of this dimension will be called semantic;. Or the subject of study may be the relation of signs to interpreters. This relation will be called the pragmatical dimension of semiosis ,( ... ) the study of dimension will be named pragmatics”. (Morns 1938: 6).
This definition has to be placed in the intellectual context of the emergence of semiotics as a philosophical reflection on the 'meaning' of symbols. often triggered by the use of symbols in science and hence related to developments in the philosophy or theory of science but soon expanded to all other domains of activity involving what Cassirer calls 'symbolical animals', i.e. . humans.
Winch (1958), whose basic claim was that human behavior cannot be understood without access to the concepts in terms of which those engaged in the behavior interpret it themselves and that language provides the necessary clues to those concepts.[1] Psychology and cognitive science had been involved all along.
Buhler's (1934) theory of the psychology of language. Especially by means of the distinctions it makes between various functions of language, has been directly or indirectly present in most pragmatic thinking.
Based on the text above we got the conclusion that pragmatic is formed by a number of traditions have contributed, individually and collectively, and show how language is used and of the effect of context on language. The context are physical, linguistic and social.



                                                                   Lihat Juga:
                                                                                      => Defenition Of Pragmatics
                                                                                      => Component And Perspective Of Pragmatics





[1] Jef Verschueren and Jan-Oia Ostman, Key Notion of Pragmatic, Jhon Benjamin Publishing Company : Amsterdam, 2009, hal. 2-6.



Componet And Perspective in Pragmatics

            Component And Perspective in Pragmatics

The component view is essentially based on a “modular” conception of the human mind. In this conceptions (which remains quiet popular among today’s cognitive scientist and computer-oriented psychologists), the human faculties are thought of as independent but cooperating units. In contrast, a “perspective” view of human language activity, as the name indicates, ‘perspectivizes’ focuses on that activity in its various aspects. Thus, a pragmatic perspective will focus on the social factors that make a certain language use more or less acceptable, in contrast to other, perhaps abstractly equivalent, but pragmatically radically different (because mostly unaceptable) uses. Theoretically speaking, a Black inner –citydialect of English may be just good as any other English dialect, but in pragmatic perspective, such a statement make little sense: one simoly cannot do the same things with Black as with Standard English in mosst societal surrounding. Here, the “ inner city” (or the ‘urban’ environment, as it is now somewhat euphemistically called) is the exception that confirms the rule; in order to pursue any sort of career in ‘mainstream’ society, knowledge, and use of standard language is de rigueur.[1]


                                                         

                                                                                                Lihat Juga:
                                                                                                                    => Theory Of Pragmatics
                                                                                                                    => Defenition Of Pragmatics
                                                                                                                 




[1]  L.Mei, Jacob. Ibid. P: 8


Monday, 17 October 2016

PROGRAM SEMESTER

Apa itu Program Semester? 


          Semester adalah satuan waktu yang digunakan untuk penyelenggaraan program pendidikan. Kegiatan yang dilaksanakan untuk penyelenggaraan program pendidikan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam semester itu ialah kegiatan tatap muka, pratikum, keraja lapangan, mid semester, ujian semester dan berbagai kegiatan lainya yang diberi penilaian keberhasilan. Satu semester terdiri dari 19 minggu kerja termasuk penyelenggaraan tatap muka, mid semester dan ujian semester.
Dalam program pendidikan semester dipakai satuan waktu terkecil, yaitu satuan semester untuk menyatakan lamanya satu program pendidikan. Masing-masing program semester sifatnya lengkap dan merupakan satu kebulatan dan berdiri sendiri.
Program semester adalah program yang berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester merupakan penjabaran dari program tahunan. Kalau program tahunan disusun untuk menentukan jumlah jam yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar, maka dalam program semester diarahkan untuk menjawab minggu keberapa atau kapan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar itu dilakukan. Isi dari program semester adalah tentang bulan, pokok bahasan yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.

 Konsep Dasar Program Semester


Program semester merupakan pemerian/penjabaran dari program tahunan sehingga program tersebut tidak bisa disusun sebelum tersusun program tahunan.
Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Pada umumnya program semester ini berisikan:

  a.  Identitas (satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semester, tahun pelajaran)
  b.  Format isian (standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, jumlah jam pertemuan (JJP), dan          bulan).

Secara sederhana teknik pengisian program semester juga sama seperti program tahunan. Beberapa komponen yang sudah ada dalam program tahunan tinggal memindah saja (SK, KD, Materi Pokok). Yang perlu pencermatan adalah perumusan indikator dan pemerian materi ke dalam bulan selama satu semester.
Indikator dalam program semester harus dirumuskan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa. Indikator ibarat tujuan instruksional khusus (TIK) dalam pembelajaran sehingga perumusannya akan lebih efektif apabila menggunakan kata kerja operasional (KKO), seperti menjelaskan, menyebutkan, menganalisis, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan sejenisnya.

  Langkah-langkah Penyusunan Program Semester


         a)      Memasukkan KD, topik dan sub topik bahasan dalam format Program Semester
         b)      Menentukan jumlah jam pada setiap kolom minggu dan jumlah tatap muka per minggu untuk               mata pelajaran
         c)      Mengalokasikan waktu sesuai kebutuhan bahasan topik dan sub topik pada kolom minggu dan             bulan.
         d)     Membuat catatan atau keterangan untuk bagian-bagian yang  membutuhkan penjelasan

              KESIMPULAN


1. Program semesteran disusun setelah program tahunan disusun terlebih dahulu, karena program           semesteran adalah pemerian/penjabaran dari program tahunan.
2. Isi dari program semester adalah tentang bulan, pokok bahasan yang hendak disampaikan, waktu         yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.
3. Indikator dalam program semester harus dirumuskan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa.       Indikator ibarat tujuan instruksional khusus (TIK) dalam pembelajaran sehingga perumusannya           akan lebih efektif apabila menggunakan kata kerja operasional (KKO), seperti menjelaskan,                  menyebutkan, menganalisis, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan sejenisnya.












DAFTAR PUSTAKA


Tuesday, 11 October 2016

BeatBox

CODE

There are many definitions of code if we look from the general meaning. But here, we talk about definition of code in sociolinguistics part.  The term code is a relatively neutral conceptualization of a linguistic variety- be it a language or a dialect. Romaine (1995) mentioned that “I will use the term ‘code’ here in a general sense to refer not only to different language as well as styles within a language”.[1]

According to Wardhaugh (2010: p. 98), code is defined as the particular dialect or language one chooses to use on any given occasion and the communication system used between two or more parties. He asserts, “Most speakers command several varieties of any language they speak, and bilingualism, even multilingualism, is the norm for many people throughout the world rather than unbilingualism.”

In this study, code will be taking as a verbal component that can be as small as a morphem or as comprehensive complex in the entire system of language.
                       By the definition of code above, the code is divided into two, they are: code mixing and code switching.




[1] http://www.grin.com/, taken on Tuesday, May 10, 2016, 9.20 pm.

CODE SWITCHING


Code switching is the mixing of words, phrases, and sentences from two distinct grammatical (sub) systems across sentence boundaries within the same speech event. Code switching is not a display of deficient language knowledge a grammar mixing of two languages. The phenomenon of code switching is examined from a conversational analysis perspective and as such is viewed as interactive exchanges between members of a bilingual speech community.
When communicating with people who know the same languages, bilinguals have to make a choice of which language to use.  It is natural sometimes that they may use two or more languages at the same time to communicate.  Code-switching refers to the situation where people switch between different languages within the same communication activity.[1]
Bilinguals often switch between their two languages in the middle of a conversation. These code-switches can take place between or even within sentences, involving phrases or words or even parts of words. The switching of words is the beginning of borrowing, which occurs when the new word becomes more or less integrated in the second language. One bilingual individual using a word from language A and language B is a case of switching, but when many people do, even speakers of B who don’t know A are likely to pick it up. At this page, especially if the pronunciation and morphology have been adapted, we can say the word has been borrowed.[2]
There are various kinds of code switching. Immigrants often use many words from their new language in their old language, because many of the people, they speak to know both languages. In situation like this, bilinguals often develop a mixed code.
1.        Code switching has several functions.

a.       Code-switching is used to mark switching from informal situations (using native languages) to formal situations (using second language).
b.      Code-switching is used to exert control, especially between parents and children.
c.       Code-switching is used to align speakers with others in specific situations (e.g., defining oneself as a member of an ethnic group).
d.      Code-switching also 'functions to announce specific identities, create certain meanings, and facilitate particular interpersonal relationships.

2.        Reasons for Code switching:

The reasons why people switch codes is speakers may switch from one code to another either to show solidarity with a social group, to distinguish oneself, to participate in social encounters, to express feelings and affections, or to impress and persuade the audience.
Below are some other reasons of doing code switching in communication:

1.      To show solidarity

Janet Holmes mentions in her book Introduction to Sociolinguistics that, 'a speaker may switch to another language as a signal of group membership and shared ethnicity within an addressee' (Holmes, 2000). Code switching can be used to express solidarity between people from different or the same ethnic groups. For example:
“Batakness speakers switch to English to address one another when an English speaker joins them even though the English speaker is not being spoken to directly. They could continue in Batakness but in order to include the English speaker in the group, they switch codes.”

2.      To reflect social status

Sometimes, speakers tend to use different languages to imply a certain social status or to distinguish themselves from other social classes. 'Other reasons that have been found to motivate CS are to sound elitist or classy' (Shabt, 2007). Professor Peter Auer says in his book Code Switching in Conversation: Language, Interaction and Identity that ' Code-switching carries a hidden prestige which is made explicit by attitudes' (Auer, 2002). Also, Dr Hayat Al Khatib says in a research she conducted that speakers may use code-switching 'to show power over the less powerful' (Al-Khatib, 2003) Thus, I can now connect switching codes as a way to reflect one's social class. A speaker who cans code-switch implies that he is a well educated person who is competent in two languages or even more. Thus, code-switching can be looked upon as a way to distinguish oneself. Yasir Suleiman says that, 'the phenomenon of code switching is very common and is looked upon as something prestigious and a sign of education and competence in more than one language.

3.      Code-switching can reflect associations of certain topics with a language.

The example below will show how the use of code-switching to reflect associations of certain topics with a language.
“Batakness speakers participating in a discussion in an English language class in English change to Batakness to talk about their plans for the weekend. They could talk about their plans in English but they are more comfortable doing this in Batakness.”

4.      Affection

Code-switching can be used by speakers to express certain feelings and attitudes. Speakers may switch codes to express happiness, anger, sadness, and many other feelings. So, a person may code switch because they are angry. For example:
“A teacher uses English in class.  She changes to Batakness to tell off a student when she is angry because the student has consistently not done her homework.”
The student would understand the English but the telling off is more effective in their shared first language.  The teacher’s anger is more apparent.

5.      Example Of Code Switching In Song

            A.     Indonesian Song


I will always love you kekasihku
Dalam hidupku hanya dirimu satu
I will always need you cintaku
Selamanya takkan pernah terganti

Ku mau menjadi yang terakhir untukmu
Ku mau menjadi mimpi indahmu

Cintai aku dengan hatimu
Seperti aku mencintaimu
Sayangi aku dengan kasihmu
Seperti aku menyayangimu

I will be the last for you
And you will be the last for me
I will always love you kekasihku
Dalam hidupku hanya dirimu satu

Ku mau menjadi yang terakhir untukmu
Ku mau menjadi mimpi indahmu
Cintai aku dengan hatimu
Seperti aku mencintaimu
Sayangi aku dengan kasihmu
Seperti aku menyayangimu

I will be the last for you
And you will be the last for me
And i will be the last for you
And you will be the last for me


         B.     Korean Songs


In your eyes In your mind sarangi geuryeojyeo
In your eyes In your mind
uri meolli isseodo garyeojin dedo love is you love is you
baramgyeole nalliun geuriumi maeumeul jeonhaejugil

---Reff---
Love is the moment niga odeon geunal soongan
Love is the moment
du noone maethyeo gaseume maethyeo jaggu ddeoolla

Love is the moment niga odeon geunal soongan
Love is the moment
ijeul su eobseo jaggu ddeoolla

Close your eyes Close your ears sarangi neuggyeojyeo
Close your eyes Close your ears
neoreul jabji mothaedo anji mothaedo love is you

love is you
haessal soke garyeojin geuriumi nae maeumeul jeonhaejugil

Love is the moment neoreul bonaen geunal geu soongan
Love is the moment
shimjangi meomchweo shigani meomchweo jagguman apa
Love is the moment neoreul ddeonal geu soongan
Love is the moment
sarangdo ddeona jagguman apa
In your eyes In your mind sarangi
In your eyes In your mind






[1] http://engres.ied.edu.hk/sociolinguistics/eLectures/topic-3.html 13-05-2016, 15:30
[2] Bernard Spolsky. Sociolinguistics. 1998. (New York:Oxford University Press). Page:49